Skip to content
Ragamberita
Menu
  • Home
  • Bisnis
  • Berita
  • Education
  • Selebriti
  • Tekno
Menu

Pola Khutbah Idul Adha 2021: Pesan Tersirat Sejarah Dan Prosesi Idul Adha

Posted on July 16, 2021

Para jemaah Indonesia bersemangat mengikuti salat Jumat di Masjidil Haram. Walau ada halangan bahasa dalam mengerti khotbah yang disampaikan, kenikmatan ibadahnya tetap terasa.
Foto: Rachmadin Ismail/Ragamberitacom

Jakarta –

Khutbah ialah rangkaian dari pelaksanaan sholat Idul Adha. Khutbah dikerjakan sehabis melakukan sholat Ied sebanyak dua rakaat.

Baca juga: Bagaimana Hukum Sholat Idul Adha? Ini Penjelasannya

Berikut pola teks khutbah Idul Adha dengan tema Hikmah dari Sejarah dan Prosesi Idul Adha dilansir dari situs Universitas Darussalam Gontor:

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

ألله أكبر كبيراً والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرةً وأصيلا لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمدُ

الحمدُ للهِ ربِّ العالمين، الحمدُ لله الذي بِنِعْمِتِهِ تَتِمُّ الصالحاتِ، وبعَفوِه تُغفَرُ الذُّنُوْبَ والسيِّئاتِ، وبكرَمِهِ تُقبَلُ العَطايا والقُربَات، وبلُطفِه تُسْتَرُ العُيُوبَ والزَّلاَّتِ، الحمدُ لله الذي أماتَ وأحيا، ومَنَعَ وأعطَى، وأرشَدَ وهَدَى، وأضْحَكَ وأبْكَى؛ الحمدُ لله الذي جعَل الأَعْياَدَ في الإسلام مَصدرًا للهِّناءِ والسُّرُوْرِ، الحمد لله الذي تَفَضَّلَ في هذه الأيَّام العَشْرِ على كلِّ عبدٍ شَكُور، سبحانه غافِرِ الذَنْبِ وقابِل التَّوبِ شَدِيْدِ العِقاب.

أشهد أن لاإله الا الله وحده لا شريك له و أشهد أنّ سيّدنا محمدا عبده ورسوله خاتمَ النّبيّين رَحْمَةً للـمؤمنين وحجّة للجاهدين. اللهمّ صليّ على سيّدنا محمد صلى الله عليه فى الأوّلين والآخرين وعلى آله والطّيّبين الطّاهرين وسلّم تسليمًا كثيرا.

أمّا بعد، ايّها النّاس أوصيكم ونفسي بتقوى الله وكونوا مع الصّادقين والـمخلصين. إعلموا أنّ هذا اليوم يوم عظيم لقد سرّفه الله بالتّضحيّة لقوله تعالى: إنّا أعطيناك الكوثر، فصلّ لربّك وانحــر، إنّ شانئك هو الأبتر.

Hari Raya Idul Adha yaitu salah satu dari dua hari raya milik umat Islam. Kedua hari tersebut dirayakan dengan saling memberi dan menyuguhkan kuliner; sehingga berpuasa pada waktu itu dihentikan secara syar’i. Ada kegembiraan umat Islam di sana. Ada pula gerakan berdimensi ekonomi-sosial; zakat dan kurban. Ada silaturahim yang khusyu’ dan haru.

Kedua hari raya tersebut, dirayakan dalam bentuk ibadah yang komprehensif: perorangan-sosial, mikro-makro, tidak ada dikotomi perbedaan kaya-miskin, renta-muda, berpangkat maupun tanpa pangkat, berilmu maupun awam; kesemuanya sholat dalam satu wilayah yang serupa. Mendengarkan pesan-pesan agung dari Allah dan Rasul-Nya yang disampaikan oleh khatib. Merenungkan pesan tersirat ilahiyah dalam setiap prosesi ibadah, tenggelam dalam takbir, tahmid dan tahlil serta bermacam-macam pujian kepada sang Khalik.

عن أنس قال: “قدم رسول اللَّه -صلى اللَّه عليه وسلم- المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان؟ قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية، فقال رسول اللَّه -صلى اللَّه عليه وسلم-: إن اللَّه عز وجل قد أبدلكم بهما خيرًا منهما، يومَ الأضحى، ويوم الفطر[2]

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Umur ibadah kurban yakni setua sejarah insan itu sendiri. Berkurban sejatinya ialah fitrah insan yang bersumber dari perintah Allah; dan tidak boleh didasari hawa nafsu. Qabil dan Habil diperintah berkurban. Ada kurban yang diterima, ada pula tidak. Kurban yang diterima pastilah kurban yang bagus, bermutu, dan tulus. Sebagaimana kambing (kabsy) tercinta Habil daripada panenan (semacam gandum, disebut zuwan atau kuzan) ‘minimalis’ Qabil. (Q.S. al-Maidah 5:27).

Dalam Islam, berkurban mesti lillahi ta’ala. Karena menjalankan perintah Allah; dan senantiasa atas perintah Allah. Karena secara literal, kata ‘kurban’ (ق-ر-ب) juga mempunyai arti ‘mendekat’. Dari sinilah, kurban memang diputuskan selaku ibadah yang di antaranya fungsinya yaitu mendekatkan diri kepada Allah. Bagi yang sudah menyanggupi persyaratan, terlebih lagi bisa sungguh dilazimkan untuk berkurban; bahkan jikalau menolak diancam tidak mendekati kawasan sholat umat muslim:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ، وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا (Ibnu Majah 3123)

Tentang aturan kurban, Allah SWT Berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ # الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ # وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ #

(Q.S. al-Hajj 22:34-36)

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (Q.S. al-Kautsar 108:2)

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ دَمٍ , وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي قَرْنِهِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا , وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ فِي الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

(Sunan Tirmidzi 1493; Sunan Kubra lil Baihaqiy 19047; Ibnu Majah 3126)

Tentu saja, makna hukumnya disepakati ulama selaku sunnah muakkadah; baik sunnah ‘ainiyyah maupun sunnah kifayah; sebagaimana pemberitahuan dalam hadits Rasulullah ihwal kurban, witir, dan dua raakat fajar:

ثَلَاثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَلَكُمْ تَطَوُّعٌ: النَّحْرُ، وَالْوِتْرُ، وَرَكْعَتَا الْفَجْرِ

(Mustadrak ‘ala Shahihain 1119)

Generasi berikutnya, Nabi Ibrahim juga berkurban. Bahkan perintah Allah datang lewat mimpi; bahwa ia menyembelih putranya, Ismail. Ada gundah. Ada duka; sebab akan kehilangan buah hati yang sudah usang dinanti. Namun keputusan mesti secepatnya diambil. Hati diteguhkan dan dilapangkan. Niat dan tekad dibulatkan:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

(Q.S. al-Shaffat 37:102)

Nabi Ibrahim pun bermusyawarah dengan Ismail sang anak. Ternyata sang anak menyambut niat ayahnya. “Wahai ayahku, kerjakan saja apa perintah Allah; engkau akan menemukanku selaku orang yang sabar.” Kesabaran dan ketabahan kedua insan tersebut diuji cukup berat. Bahkan dalam perjalanan menuju daerah penyembelihan, iblis turut menarik hati. Agar niat dibatalkan. Agar kurban diurungkan. Agar Ismail diselamatkan. Karena perintah tidak rasional. Tidak humanis. Melanggar hak asasi.

Namun, niat keduanya – atas Izin Allah – justru makin kokoh. Yakin akan Kebesaran Allah. Yakin akan Keadilan Allah. Anak hanya titipan. Hidup hanya sementara. Iblis penggoda pun dilempari watu. Bukan hanya sekali; namun tiga kali. Kejadian monumental ini dikenang dan diabadikan selaku ibadah lempar jumroh sebanyak tiga kali: Ula, wustho, dan aqobah:

لَمَّا أَتَى إِبْرَاهِيمُ خَلِيلُ اللَّهِ الْمَنَاسِكَ عَرَضَ لَهُ الشَّيْطَانُ عِنْدَ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ فَرَمَاهُ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ حَتَّى سَاخَ فِي الْأَرْضِ، ثُمَّ عَرَضَ لَهُ عِنْدَ الْجَمْرَةِ الثَّانِيَةِ فَرَمَاهُ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ حَتَّى سَاخَ فِي الْأَرْضِ، ثُمَّ عَرَضَ لَهُ عِنْدِ الْجَمْرَةِ الثَّالِثَةِ فَرَمَاهُ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ حَتَّى سَاخَ فِي الْأَرْضِ

(Al-Mustadrak ‘ala Shahihain lil Hakim 1713; Syi’bu al-Iman 3783; al-Jami’ al-Shahih vol. 10 hlm. 190)

Keduanya pun berserah. Pisau ditajamkan. Pelipis sang anak ditaruh di atas landasan. Nabi Ibrahim berupaya menahan segala kasih sayang; berikut berbagai memorinya bareng sang anak. Sang anak pun demikian. Karena niat dan tekad sudah bulat, kata pamitan pun diucapkan dengan teguh: Usul agar pisaunya tidak dihadapkan ke arahnya; agar ia tidak takut dan berpengaruh jiwanya; agar mukanya dihadapkan ke landasan sembelih, semoga tekad ayahnya tidak melemah dan sanggup mengayun pisau:

ياَ أَبَتِ أَقْذِفْنِي للوَجهِ كَيْلاَ تنظر إليَّ فَتَرْحَمْنِي، وأَنظرُ أَنا إلى الشَفرة فأَجْزَعْ، ولكن أَدْخِلْ الشَفرة من تحتي، وامْضِ لأمر الله

(Tafsir Thabariy, vol. 21, hlm. 26)

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Keteguhan dan kepasrahan tersebut diabadikan dalam al-Qur’an. Sebagai kepasrahan tingkat tinggi dan prima. Taat terhadap perintah; meski di luar kecerdikan pikiran manusia. Karena yang memerintah yaitu rabb sekaligus ilah-nya. Saat tangan dikuatkan untuk mengayun pisau, serentak dengan dirasakannya leher anak yang hendak diiris; pisau yang tajam meluncur. Kuat, pasti, dan disegerakan; agar Ismail tidak menderita.

Tapi yang bersuara yakni kabsy, yaitu sejenis kambing yang cukup besar dan mengucur pula darahnya. Yang di dikala itu pula terdengar “Wahai Ibrahim, Engkau sudah membenarkan (melaksanakan) perintah!; demikianlah Kami memberi ganjaran (mengganti Ismail dengan kambing) bagi orang yang berbuat kebaikan.”

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ # وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ # قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ # إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ # وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

(Q.S. al-Shaffat 37:103-107)

Nabi Musa pun diperintah berkurban. Yang dijadikan kurban sembelihan yakni sapi; yang mana kala itu melambangkan sesembahan Bani Israil yang dibentuk oleh Samiri. Bukan melakukan, mereka ‘ngeles’ (berpaling) secara akademis: ‘sapi yang bagaimana? Warnanya apa?’ bahkan sesudah didapatkan sapi dengan standar tersebut; masih ngeles: ‘sapinya masih mencurigai; jangan-jangan bukan sapi ini yang dimaksud! Jangan merasa sapi itu sapi yang paling benar!, yang benar cuma Tuhan!’. Mungkin begitu kira-kira perdebatannya.

Ada ketidakikhlasan. Bahkan hampir-hampir mereka tidak melaksanakannya. Pun dijalankan, sarat keberatan dan alasan beragam. Itu saja masih dengan mendongkol di belakang. Kepada nabi Musa. Yang dianggap menghina ritual persembahan sapi emas mereka. Dan hingga kini, bani Israil yang sering disebut Yahudi dan Nasrani; memang tidak pernah suka menyaksikan keikhlasan seorang muslim yang berkurban:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ

(Q.S. al-Baqarah 2:120)

Para jama’ah yang dirahmati Allah,..

Ibadah kurban memang menekankan latihan ketaqwaan. Mengikhlaskan sebagian harta demi kepentingan umat. Menyembelih egoisme dan ketamakan. Memotong kuasa setan dalam fatwa darah manusia; yang secara simbolis dilambangkan dengan memangkas binatang kurban. Yang paling penting, kesemuanya bernilai ibadah; sosial maupun perorangan. Utamanya, bahwa yang diterima Allah dari kurban yakni ketaqwaan; bukan darah atau dagingnya.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ #

(Q.S. al-Hajj 22:37)

Ketaqwaan direalisasikan dalam bentuk totalitas dalam berkurban. Totalitasnya dicerminkan dalam menyanggupi standar pelaksanaan kurban; yang mana kita kenal selaku rukun dan syarat kurban, demikian pula syarat binatang yang patut jadi kurban. Yang berkurban yakni seorang muslim/muslimah, baligh, berakal, merdeka, bisa, dan tidak terlilit kesulitan hutang yang merepotkan dibayar.

Hewan kurban pun diputuskan kategorinya; yakni jenis memamah biak (mujtarrah) dan menyusui; yaitu dari jenis kambing (ma’z), domba/biri-biri (dha’n)[4], sapi (baqarah), kerbau (jamus) dan unta (ibil). Keseluruhan binatang tersebut mesti meraih usia yang diperbolehkan untuk disembelih, yakni 6 bulan minimal untuk domba/biri-biri, 1 tahun untuk kambing, 2 tahun untuk sapi, dan 5 tahun untuk unta:

لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً، إِلَّا أَنْ تَعْسُرَ عَلَيْكُمْ، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ

(Ahmad: 14348, Muslim: 1963, Abu Dawud: 2797, dan Ibnu Majah: 3141)

Adapun ketentuan waktunya yaitu usai sholat ‘Id, ditambah 3 hari setelahnya (hari tasyrik) hingga menjadi genap 4 hari. Karakteristik dan kepemilikan binatang turut diperhatikan. Hewan kurban haruslah milik sendiri, atau seizin pemilik binatang yang menyuruh, tidak cacat (salim minal ‘malu) mata, pincang, terlalu kurus, atau berpenyakit:

أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الضَّحَايَا الْعَوْرَاءُ، الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا، وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تُنْقِي[5]

Untuk binatang semacam sapi dan unta diperbolehkan dengan urunan hingga 7 orang:

نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ (Muslim: 1318)

Menyembelih pun mesti dengan menyebut nama Allah; bila tidak maka menjadi haram. Bahkan ada sunnahnya tersendiri: memotong bagian tenggorokan. Dengan pisau (شَفْرَة) yang tajam, mesti dikerjakan dengan tempo yang singkat, dihadapkan ke kiblat. Secara saintifik, cara penyembelihan sesuai syariah terbukti tidak menyakiti binatang.

Kurban selaku ibadah; tentu dimensinya sungguh menyeluruh. Ada cerminan keteladanan. Ada pedagogi pendidikan keikhlasan. Ada aspek kenaikan interaksi sosial. Ada peluang pengembangan ekonomi-sasi binatang kurban. Ada pula gotong-royong dan keakraban sosial. Saling membantu ‘menaklukan’ sapi; menguliti hewan, menimbang, membagi, bahkan mempersiapkan kuliner bagi ibadah sosial yang amat mulia ini.

Lebih dari itu; ada motivasi berternak dengan baik. Hingga berfikir ihwal ‘pertanian dan peternakan terpadu’. Ada kemajuan ilmu peternakan; guna menciptakan binatang kurban bermutu. Ada ilmu wacana kebersihan daging dan memasaknya secara higienis. Ada kerja keras daging halal. Bahkan konon, kurban; yang juga menghalalkan daging binatang ternak, merupakan ‘pengendalian populasi’ binatang ternak dan produktivitasnya. Seandainya binatang tersebut cuma diternak tanpa dikonsumsi, pastilah insan kerepotan mengurusi bangkainya; atau hewan-binatang renta yang tidak produktifnya.

Demikianlah Islam; hal-hal yang diperintahkan selaku ibadah, tentulah rasional; dan hal-hal yang rasional dan baik, pastilah disyariatkan. Baik jangka panjang maupun jangka pendek. Baik maslahat individu maupun maslahat sosial; makro maupun mikro; bahkan dunia dan darul baka.

Baca juga: 6 Amalan Sunnah Sebelum Sholat Idul Adha yang Bisa Diamalkan

Simak Video: Corona Menggila, Menag Minta Warga Tak Mudik Idul Adha

[Gambas:Video 20detik]

khutbah idul adhateks khutbah idul adhakhutbah masa pandemiidul adhapesan yang tersirat

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Aplikasi Penghasil Uang Terbaik 2022
  • Bagaimana Cara Menjalankan Bisnis Pakaian Online yang Sukses Menggunakan Shopify?
  • Apa itu Indeks Ketakutan dan Keserakahan Crypto? Haruskah Anda Melihatnya Sebelum Membeli Crypto?
  • Alat untuk Menjadikan Anda Pengembang Perangkat Lunak yang Lebih Baik
  • Alat dan Kerangka Pengujian Penetrasi Otomatis Terbaik pada tahun 2023

About

Ragamberita.com adalah situs berita online update setiap hari. Website ini Ditenagai oleh Cloudpm.id Didukung oleh PalingNews

Network

Allverta.com
Allverta Global
Allverta Otomotif
Allverta Sport
Allverta Tekno
Allverta Bali
Allverta Jakarta
Allverta Jabar
Allverta Kaltim

Contact

Email: pensiunmuda26@gmail.com

©2023 Ragamberita | Design: Newspaperly WordPress Theme